Rabu, 17 Desember 2014

Happy Twenty Something, Hata!

I ever had many dreams, now I just want to live happily^^


sumber: Pinterest

Like always, nothing’s special today. None of my mum, dad, or my family remember my birthday, but that’s OK. I don’t expect anything from them, hahha. They love me of course, we just didn’t do celebrate but sometimes we did. Dan yang tidak mengenakkan, saya masih menganggur di usia ini. Dan ini sudah setahun lebih lamanya.

25 tahun itu seperempat abad ya. Dulu saya berencana sudah mencapai karir yang bagus dan menjanjikan di usia ini, berkeliling dunia, dan pernah, sekali, menikah dan mempunyai anak di usia muda. Berdasarkan itu, saya merasa gagal sekarang. Dan malu. Walaupun orangtua saya belum menuntut apa-apa, helaan nafas dan nada kecewa kadang keluar dari bibir mereka saat bercakap di telepon.

I don’t know what to do. Am I have to laugh or cry? I think I can do both at the same time. Life is always hard for me. Ah, kedengarannya seperti pembelaan diri. Well, mum, dad, I’ll find a job, I will work, I will stay healthy, I will live happily no matter how hard life makes shit out of me!

p.s. I have a crush on an 18 y.o boy named Cal in my twenty-something, hahha.

Minggu, 14 Desember 2014

Lagu Barat dan Lagu Dangdut


Sebenarnya saya memikirkan dua judul untuk tulisan ini.
  1. Kakek dan Radio Tuanya
  2. Lagu Dangdut dan Lagu Barat
Judul pertama saya pertimbangkan karena tulisan ini memang bercerita tentang almarhum kakek dan radio tuanya. Tapi saya lebih memilih judul kedua karena saya akan banyak bercerita tentang lagu. Biasanya orang-orang akan menggunakan vs untuk judul seperti ini. Dan kedengarannya tidak tepat karena lagu dangdut dan lagu barat sangat berbeda. Tapi yang saya maksud dengan lagu dangdut dan lagu barat pada judul di atas adalah kakek dan saya, dan kami tidak berebut radio untuk mendengarkan lagu dangdut atau lagu barat, tapi menggunakan radionya bergantian walaupun tidak ada kesepakatan seperti itu.

Saya tinggal bersama kakek, kakak perempuan ibu dan anak laki-lakinya, ibu, dan adik perempuan saya. Kami tinggal bersama karena dua alasan, tapi itu cerita lain. Kakek mempunyai sebuah radio tua. Dilihat dari bentuknya yang sudah ketinggalan zaman bahkan untuk ukuran saat itu. Radionya sendiri masih berfungsi dengan baik, untunglah. Kami tidak mempunyai televisi jadi tidak ada hiburan sama sekali kecuali radio tua tersebut. Walaupun hanya saya dan kakek yang sering mendengarkannya.

Saya tidak ingat judul, penyanyi, atau pun lirik lagu barat pertama yang saya dengar. Tapi saya mengingat dengan jelas dua baris lirik dan nada dari lagu dangdut yang kakek suka.

    Ke mana kan aku bawa 
    Rindu yang kian membara

Tapi seperti sudah mengalir dalam darah saya, saya menyukai lagu barat ketimbang lagu Indonesia, terlebih-lebih lagu dangdut. Sejak saya mengenali kata-kata saya langsung jatuh cinta dengan bahasa Inggris. Di benak saya Inggris adalah Inggris, Britania Raya. Saya akui saya terobsesi dengan negara itu sejak saya mendengar lagu barat. Saya baru tahu belakangan kalau ada beberapa negara lain yang juga menggunakan bahasa Inggris selain di Inggris. Tapi hati saya terlanjur berlabuh di sungai Thames.

Saya tidak tahu apakah ini ada hubungannya dengan usia atau hanya perkara selera. Orang-orang tua selalu lebih menyukai lagu dangdut. Kakek salah satunya. Di rumah kami tidak pernah diputar lagu dangdut setelah kakek meninggal sampai baru-baru ini, saat ibu sudah beranjak tua. Begitu pun dengan kakak perempuan ibu, tante saya, saya mendapatinya menonton acara dangdut di televisi.

Kakek memang menyukai lagu dangdut, tapi saya tidak pernah mendengarnya ikut bersenandung saat mendengarkan lagu dangdut. Berbeda dengan kakek, saya selalu berusaha ikut bernyanyi bersama walaupun lidah saya tidak bisa mengikuti satu kata pun dari lagu barat yang saya dengarkan saat itu. Sekarang saya banyak menyanyikan lagu-lagu barat tanpa kesulitan walaupun kedengarannya sumbang di telinga. Saya ingat dulu ibu juara dua lomba karaoke tujuh belasan beberapa tahun yang lalu, jadi setidaknya suara ibu bagus, kenapa suara bagus itu tidak menurun pada saya? What a life!

Kakek meninggal saat saya duduk di bangku kelas lima SD. Saya tidak ingat lagi nasib radio tua kakek. Kami mendapat radio baru. Hadiah undian tiket kapal dari kapal yang ditumpangi ibu. Saya ingat memesan lagu-lagu Westlife di radio. Begitulah akhir cerita kakek dan radio tuanya.

Kenapa saya sangat menyukai lagu barat walaupun saya tidak tahu apa yang mereka katakan pada awalnya? Nadanya kedengaran lebih bagus dan bahasanya kedengaran lebih keren. Dan voila tampang mereka juga lebih rupawan. But wait, I judge by their music over their face. Quality comes first then face after this and that. Tiba-tiba saya ingin tahu apa yang akan terjadi kalau radio tua kakek tidak pernah ada. Akankah saya masih lebih menyukai lagu barat ketimbang lagu Indonesia ataupun lagu dangdut. Dan jawabannya muncul seketika itu juga. Tentu saja saya pasti akan tetap lebih menyukai lagu barat mengingat karakter saya.

Sekarang saya sedang mendengarkan lagu-lagu One Direction, 5 Seconds of Summer, The Vamps, dan Dashboard Confessional sambil menulis tulisan ini.

Rabu, 09 April 2014

Hujan Hari Ini

Sudah empat atau lima hari berturut-turut turun hujan setiap hari. Padahal sebelumnya hujan hanya turun sesekali dalam musim penghujan ini. Ah, hujan! Kalau kamu membaca tulisan-tulisan saya pasti kamu sudah tahu dan bosan mendengar bahwa saya sangat suka hujan. Tapi saya tidak menikmati musim penghujan atau pun hujan yang turun selama beberapa hari berturut-turut sampai hari ini. Saya ingat saya pernah menuliskan dalam salah satu tulisan saya bahwa setiap hujan turun saya memikirkan hujan di tempat lain, di negara lain, bahkan saya sendiri belum pernah berada di sana.

Setiap hujan turun, saya membayangkan saya sedang berada di tempat lain, di negara lain, menikmati hujan yang sedang turun. London dan Glassgow adalah dua tempat di mana saya paling ingin berada saat hujan sedang turun. Saya berjalan di sepanjang jembatan dan jalan dengan lampu-lampu jalan abad pertengahan. Tidak peduli pagi, siang, sore, atau malam. Tidak peduli lampu-lampu jalan sedang menyala atau padam. Tidak peduli sedang sepi atau ramai. Tidak peduli sedang sendirian, berdua, atau beramai-ramai. Hujan kelihatannya tetap sama indahnya di tempat tersebut. Belakangan saya juga mulai membayangkan hujan yang turun di Rio de Janeiro. Jalan-jalannya yang sangat banyak, berlika-liku, bertingkat-tingkat karena dibangun di atas gunung seolah kota itu sendiri yang membentuk menjadi gunung. Sekarang saya bahkan memiliki seorang teman dari Brazil. Saya tidak akan menceritakan tentangnya di sini. Tapi saya berharap suatu hari, entah kapan, entah mungkin, saya berada di tempat-tempat tersebut menikmati hujan yang turun.

Sekarang hujan sudah berhenti. Udara terasa dingin. Saya jadi sering buang air kecil karenanya. Belum lagi saya sedang membaca novel, Dracula, yang menambah dingin suasana malam ini. Pikiran saya kembali ke hujan yang turun di sini, di tempat saya sekarang berada, di negara saya sendiri, dan saya tidak menemukan kebahagiaan karenanya. Tidak selalu memang, tapi lebih seringnya begitu. Kadang-kadang saya juga menikmati hujan yang sedang turun dan sedang berada di sini, di tempat ini, di negara ini, bersama raga dan jiwa saya, utuh. Tapi saya tidak ingat lagi kapan, di mana, dan bagaimana tepatnya. Saya hanya ingat kenangan akan rasanya. Sedikit manis.